Sanggah Kemulan

Tingkatan sanggah
Selain sanggah kemulan, yang termasuk ke dalam pura kawitn yaitu pura paibon, panti dan pedarman. Bedanya, lingkup penyungsung sanggah kemulan lebih terbatas yaitu keluarga inti terdekat yang masih serumah atau senatah (beberapa rumah dalam satu halaman).
Sedangkan pura kawitan yang lain, dalam lontar siwagama disebutkan, apabila keluarga inti sudah berkembang menjadi 10 keluarga hendaknya mendirikan pelinggih gedong pertiwi, jika sudah menjadi 20 keluarga hendaknya mendirikan palinggih ibu, dan kalau sudah mencapai 40 keluarga membangun pura panti. Akhirnya pura kawitan (yang fungsinya sebagai pemersatu dari keluarga – keluarga yang satu sama lain memiliki ikatan keturunan meski berasal dari keturunan jauh sekalipun) disebut pura pedharman. Di pura pedharman inilah seseorang akan mengetahui bahwa walaupun dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak saling mengenal, ternyata mereka berasal dari keturunan yang sama. Ibarat ranting – ranting pohon yang tidak saling bersentuhan , tetapi kesemua ranting berpangkal pada akar yang sama (satu).
Masih dalam Rontal Siwagama disebutkan bahwa dalam 20 Dadia Tunggal, ada satu Pura Ibu. Lalu dalam 10 Dadia tunggal, ada satu Pelinggih Pratiwi. Dan setiap Dadia Tungal, ada satu Pelinggih Kamulan. 
Inti daripada isi lontar tersebut, pertama, sesunggil karangan paumahan atau satu teritorial pekarangan rumah, berapapun kepala keluarga (KK) yang ada di dalamnya, itu wajib membangun Perihyangan yang disebut Sangar Kabuyutan, itu Kemulan Taksu.
Dalam lontar Siwa Gama, 10 atau lebih keluarga inti dalam satu pekarangan yang terdiri dari beberapa KK itu, harus membuat ikatan kekerabatan berdasarkan satu keturunan yang disebut Sanggah Gede/Merajan Agung atau disebut juga dengan istilah Merajan Pertiwi.
Bila nantinya kepala keluarga ini bertambah, tersebar di beberapa tempat, lalu mendirikan Sanggah Gede/Merajan Agung lebih dari satu, maka wenang ngwangun Paibon.
Bila nanti jumlah Pura Paibon bertambah minimal dua, selanjutnya wajib membangun Pura Panti.
Selanjutnya setelah beberapa Pura Panti didirikan oleh satu soroh keluarga tersebut, barulah membuat Pura Dadia.
Pura Paibon, Panti, dan Dadia itu tidak lain bertujuan untuk merekatkan persaudaraan kita dengan sesama, sebagai warih leluhur.
Dalam ajaran agama Hindu, pemujaan terhadap leluhur merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pratisentana (keturunan).
Di dalam kitab Tri Dewa Bawa yang meliputi ibu (Mitri Dewa Bawa), peran seorang bapak dalam rumah tangga (Pitri Dewa Bawa), dan peran seorang guru dalam rumah tangga (Acarya Dewa Bawa) merupakan penjelmaan dewata.
Karena itu harus wajib untuk dipuja. Dalam kekawin Ramayana, dijelaskan bagaimana integritas moral dari Prabu Dasarata itu dikatakan,Tarmalupeng Pitra Puja, artinya tidak lupa pemujaan kepada leluhur.
Dalam rangka pemujaan terhadap leluhur ini ada tahapannya. 
Hal itu tertuang dalam berbagai kitab, seperti Iti Prakerti, Siwa Gama, Putusan Bhagawan Manohari, dan Jajar Kemiri.
Inti daripada isi lontar tersebut, pertama, sesunggil karangan paumahan atau satu teritorial pekarangan rumah, berapapun kepala keluarga (KK) yang ada di dalamnya, itu wajib membangun Perihyangan yang disebut Sangar Kabuyutan, itu Kemulan Taksu.
Dalam lontar Siwa Gama, 10 atau lebih keluarga inti dalam satu pekarangan yang terdiri dari beberapa KK itu, harus membuat ikatan kekerabatan berdasarkan satu keturunan yang disebut Sanggah Gede/Merajan Agung atau disebut juga dengan istilah Merajan Pertiwi.
Bila nantinya kepala keluarga ini bertambah, tersebar di beberapa tempat, lalu mendirikan Sanggah Gede/Merajan Agung lebih dari satu, maka wenang ngwangun Paibon.
Dalam ajaran agama Hindu, pemujaan terhadap leluhur merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pratisentana (keturunan).

Di dalam kitab Tri Dewa Bawa yang meliputi ibu (Mitri Dewa Bawa), peran seorang bapak dalam rumah tangga (Pitri Dewa Bawa), dan peran seorang guru dalam rumah tangga (Acarya Dewa Bawa) merupakan penjelmaan dewata.
Karena itu harus wajib untuk dipuja. Dalam kekawin Ramayana, dijelaskan bagaimana integritas moral dari Prabu Dasarata itu dikatakan,Tarmalupeng Pitra Puja, artinya tidak lupa pemujaan kepada leluhur.
Dalam rangka pemujaan terhadap leluhur ini ada tahapannya. 
Hal itu tertuang dalam berbagai kitab, seperti Iti Prakerti, Siwa Gama, Putusan Bhagawan Manohari, dan Jajar Kemiri.
Inti daripada isi lontar tersebut, pertama, sesunggil karangan paumahan atau satu teritorial pekarangan rumah, berapapun kepala keluarga (KK) yang ada di dalamnya, itu wajib membangun Perihyangan yang disebut Sangar Kabuyutan, itu Kemulan Taksu.

Dalam lontar Siwa Gama, 10 atau lebih keluarga inti dalam satu pekarangan yang terdiri dari beberapa KK itu, harus membuat ikatan kekerabatan berdasarkan satu keturunan yang disebut Sanggah Gede/Merajan Agung atau disebut juga dengan istilah Merajan Pertiwi.

Bila nantinya kepala keluarga ini bertambah, tersebar di beberapa tempat, lalu mendirikan Sanggah Gede/Merajan Agung lebih dari satu, maka wenang ngwangun Paibon.
Bila nanti jumlah Pura Paibon bertambah minimal dua, selanjutnya wajib membangun Pura Panti.
Pura Panti ini minimal 40 teritorial perumahan.
Selanjutnya setelah beberapa Pura Panti didirikan oleh satu soroh keluarga tersebut, barulah membuat Pura Dadia.
Dengan demikian, pengempon Pura Ibu, Pura Panti dan Pura Dadya pastilah satu soroh sebab berasal dari satu leluhur.
Kalau kita perhatikan, itu baru strukturnya.
Lalu apa sesungguhnya tujuan dari didirikannya Pura Paibon, Panti, dan Dadia itu?
Di dalam ajaran agama Hindu, eksklusivisme (kekhususan) tidak pernah diajarkan walaupun kita berasal dari keluarga yang paling tinggi derajatnya.
Pura Paibon, Panti, dan Dadia itu tidak lain bertujuan untuk merekatkan persaudaraan kita dengan sesama leluhur.
Kembali ditegaskan, walaupun kita dari wangsa manapun, kalau kita kembali pada trio filosofis ajaran agama Hindu, bahwa leluhurnya, dari manapun Dadia-nya, kalau sudah berada/menghaturkan bakti di Penataran Agung Besakih, soroh kita sudah lebur.

Sketsa Pura Keluarga
Sanggah kemulan/Merajan Alit (1 kk atau lebih dalan 1 pekarangan) ——merajan Agung (10 kk)/gedong pertiwi———–Paibon (min 2 Merajan Agung/20 kk)——–Panti (min 2 paibon/40 kk)———Dadia (min 2 atau lebih panti)—————–Pedarman (Besakih).

Leave a comment